Sang Pelukis

Dia melukis wajahnya serupa seorang perempuan yang cantik.
Memoles bibirnya dengan warna merah senja, menuliskan puisi tentang duka di matanya. Lalu menghidupkan perempuan yang diciptakannya.

Ia menciptakan hari-harinya sendiri, membuat pagi dari sepasang mata kesunyian hingga siapapun jatuh hati. Bercerita tentang duka di kedalaman matanya, berharap beberapa pria mendengar. Lalu jatuh cinta.

Sampai suatu hari, ia temukan pria yang benar-benar mencintainya.
Bukan sebab elok wajahnya bagai senja, bukan karena keindahan yang coba ia ciptakan di dunia yang tak ada. Mencoba menjadi abadi seperti puisi-puisi, berperan sebagai metaforanya sendiri. Menghidupkan kata-kata yang basi, yang mati bisa hidup lagi. Yang pergi menjadi abadi.

Atau..
Mungkin baginya semua lelaki sama saja. Mengagumi perempuan hanya sebatas pandang mata tanpa pernah menelusuri sedalam apa kepedihannya. Hari-harinya mulai dipenuhi ketakutan, juga kecurigaan yang ia ciptakan sendiri.
Iya, ia mulai jatuh cinta pada seorang pria ini. Namun bukan sebagai dirinya sendiri. Ia berperan layaknya perempuan yang dia lukis di wajahnya.

Dia merancang sebuah rencana besar dalam pikirannya. Sampai tak sadar jika dia telah masuk ke dunia perempuan yang ia perankan. Begitu banyak buaian ketika menjadi dia, katanya.
Baginya, kini hari-harinya menjadi menyenangkan.
Punya segalanya, punya cinta, punya apa saja yang ia inginkan.
Padahal ia sedang menciptakan kehilangannya sendiri.

Ribuan rindu telah sampai padanya, ribuan hari ia lalui tanpa duka. Namun hanya kasat mata.
Dia membangun sebuah rumah dari puisi, hanya untuk ia tinggali seorang diri. Hanya untuk ditinggalkan cintanya sendiri.

Dia bekerja untuk kesenangannya sendiri, bekerja untuk hidup dan menghidupkan wajah dalam kesepiannya.

Dia berperan sekaligus menjadi sutradara dalam kehidupan ini. Menjadi seseorang yang sangat dikagumi begitu banyak pria.
Dia berbusana layaknya seorang putri dalam negeri puisi.
Mengerikan, sungguh mengerikan..

Dialah bulan juga matahari bagi hari-hari pria yang mencintainya. Dialah pagi dan juga malam di dunia yang diciptakannya.
Berjuta mata memandanginya penuh kekaguman.
Padahal di kepalanya menyimpan ketakutan pada kebohongannya sendiri.

Percayalah, jika suatu hari nanti, Tuhan telah menciptakan pertemuan kita. Tapi bukan menjadi kamu yang seperti dalam lukisan ini.

Iya, aku mencintai perempuan ini..
Perempuan yang sesungguhnya sedang saya ciptakan dengan imajinasiku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar